"..Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya."
(QS Al-Baqarah :286)
Seorang ulama sufi bernama Abu Hasan Siraj menceritakan bahwa suatu masa ketika ia sedang melaksanakan ibadah haji, pada saat ia thawaf di Baitul Haram, ia melihat seorang perempuan paruh baya. Namun meskipun perempuan itu sudah cukup berusia, wajah perempuan itu sungguh masih terlihat sangat cantik, aura wajahnya terang sekali sehingga wajahnya seolah nampak bercahaya. Seumur hidup baru kali ini Abu Hasan Siraj bertemu dengan perempuan yang sedemikian anggun. Akan tetapi walau wajah perempuan itu bersinar cerah, Abu Hasan rupanya mampu melihat wajah anggun itu memendam secercah sisa kesedihan dan kegalauan.
Masih terpukau dengan paras perempuan itu, rupanya Abu Hasan tak menyadari bahwa perempuan itu mulai sadar bahwa ia sedang diperhatikan. Merasa terus diperhatikan, perempuan itu merasa risih dan terganggu juga. Tak lama kemudian perempuan itu menegur Abu Hasan Siraj,"Mengapa anda memperhatikan saya terus..?" Ditodong pertanyaan tiba-tiba, Abu Hasan terkesiap. Sedikit terkejut dan malu ia dengan pertanyaan mendadak itu. Sambil tergagap Abu Hasan menjawab,"ma..maaf, saya kira anda sedang bersedih."
Perempuan itu diam sejenak.. roman wajahnya berubah. Di luar dugaan, sejurus kemudian perempuan itu bercerita kepada Abu Hasan tentang peristiwa yang dulu pernah dialaminya. "Dahulu, aku memiliki keluarga dengan suami dan tiga anak yang masih kecil dan lucu-lucu", perempuan itu mulai bercerita. Matanya menerawang membayangkan masa-masa ketika masih berkumpul bersama suami dan anak-anaknya. Nampak guratan sedih terlukis di wajahnya namun segera dihapus dengan sehelai senyum tipis.
"Suatu hari, suamiku menyembelih seekor kambing kurban, yang disaksikan kedua anakku. Sungguh tak dinyana, melihat bapaknya menyembelih kambing, kedua anakku ikut mencoba menyembelih. Tapi yang menjadi kurban bukanlah seekor kambing, melainkan anak sulungku menyembelih adiknya sendiri dengan kedua tangannya."
"Mungkin karena melihat adiknya terkapar dengen leher yang nyaris putus bersimbah darah.. si sulung merasa panik dan takut karena sadar bahwa ia baru saja membunuh adiknya sendiri. Mungkin karena takut dihukum dan dimarahi habis-habisan oleh kami, si sulung spontan berlari ke arah hutan serta bersembunyi di sana.
Bapaknya yang melihat anak kami terkapar dengan leher nyaris putus menjadi sangat terkejut dan ikut panik. Berteriak ia memanggil sulung.. namun tak kunjung muncul. Takut terjadi apa-apa dengan putera sulung kami, suamiku pun berlari berusaha mencari si sulung. Tapi apa yang terjadi? Setelah beberapa lama mencari.. akhirnya suamiku menemukan si sulung telah tewas dicabik-cabik oleh binatang buas, yang tersisa hanyalah sobekan-sobekan baju bercampur darah."
"Dalam keadaan amat terpukul, dan teramat sedih, suamiku tak kunjung pulang.. mungkin karena sangat terpukul ia menjadi linglung dan tersesat di hutan lebat. Waktu berlalu dan ketika ditemukan, suamiku pun telah tewas di dalam hutan, mungkin akibat kelaparan dan kehausan. Sementara itu waktu aku melihat anak keduaku terbujur kaku berlumuran darah, aku amat sangat terkejut, saat itu aku menggendong anak bungsuku.. spontan saja aku bergegas menuju pintu rumah lalu melepaskan gendongan bayi yang saat itu sedang kususui. Aku berteriak histeris meminta tolong.."
"Celakanya rupanya si bungsu merangkak ke dapur ketika aku meninggalkannya seorang diri. Ia menggapai wajan di atas tungku api, kontan saja air mendidih dari wajan tumpah dan menyiram tubuh mungilnya. Saat aku menemukan bayiku.. dagingnya mengelupas hingga meninggalkan tulang-tulang yang masih rapuh." Perempuan itu mengakhiri ceritanya. Lalu ia berujar,"Hingga tahun berganti tahun, aku hidup sendiri."
Mendengar kisah perempuan itu, Abu Hasan terkesiap.. Ia tak menyangka bahwa cobaan yang menimpa perempuan itu sungguh berat dan memilukan. Lalu Abu Hasan bertanya,"Bagaimana engkau bisa sabar, padahal cobaan yang menimpamu begitu berat..?"
Perempuan itu menjawab,"Tidaklah sesuatu cobaan diterima hamba-Nya dengan sabar atau jaza (mengeluh) melainkan menemukan jalannya sendiri-sendiri. Sabar akan mendatangkan kebaikan secara lahir dan memperoleh pahala besar dari akibatnya. Sedangkan mengeluh atau tidak ridha dari cobaan, tidak akan menyebabkan sesuatu itu diganti (dengan yang lebih baik) oleh Allah swt."
Jawaban perempuan itu sungguh menggetarkan hati Abu Hasan. Ia pun mengakhiri kisah perjumpaanya dengan perempuan itu.
Nah kawan, hidup adalah rangkaian dari pilihan yang kita buat dari setiap kejadian yang kita hadapi sehari-hari. Tempat kita di akherat pun kelak ditentukan dari pilihan-pilihan yang telah kita buat semasa hidup di dunia. Akankah kita memilih taat atau memilih ingkar, akankah kita memilih memasrahkan diri di jalan Allah atau menyepelekan saja, itu tergantung mana yang kita pilih.
Selama kita hidup kita akan selalu mengambil keputusan, siapa kita hari ini, dimana kita hari ini, dengan siapa kita saat ini pun adalah hasil keputusan-keputusan yang kita buat di masa lalu. Mungkin kita tidak terlalu peduli dengan pilihan yang kita buat setiap harinya.. Namun seringkali kita tidak siap dengan berkata dalam hati,"seandainya dulu aku begini, seandainya dulu aku tidak berbuat begitu". Barulah kita menyadari bahwa amat berharganya sebuah pilihan yang bijaksana.. Sebuah pilihan yang tak akan kita sesali apapun akibatnya di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar