Rabu, 27 Juli 2011

Pelajaran Hidup di Stasiun Kereta

Kira-kira tahun 2004 atau 2005 yang lalu.. Saya lupa persisnya. Yang pasti saat itu saya masih muda, masih kuliah di Bogor, masih bujang (sekarang juga masih sih). Bulan Ramadhan datang, dan menjelang lebaran kami para mahasiswa dari luar daerah sibuk mencari tiket pulang. Pilihan saya dan teman-teman satu daerah waktu itu adalah naik kereta. Kereta ekonomi jurusan Jakarta - Solo. Berangkat jam 21.00 malam. Bisa dibayangkan seperti apa naik kereta ekonomi pas menjelang lebaran? Sungguh menyiksa.

Ketika kami datang di stasiun Manggarai, ada begitu banyak orang yang menunggu kedatangan kereta. Orang-orang kelas menengah ke bawah, mungkin perantau daerah yang mengadu nasib di kota metropolitan. Sembari menunggu gerbong kereta, mata saya mengamati selaksa hiruk pikuk yang tersaji di pinggiran rel kereta api. Stasiun yang ruwet.
Stasioen tempo doeloe
 Tiba-tiba pandangan mata saya tertuju kepada seorang bocah, belum ada 10 tahun kira-kira, rambutnya kemerahan, wajahnya cekung dan kucel. Kulitnya hitam dan dekil, tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi (mirip saya waktu itu), dibalut dengan pakaian yang kumal dan bau tubuhnya menyengat.. Kecut, khas orang susah. Mata sayu anak itu menatap saya, lalu tangan kurusnya yang burik menengadahkan tangan ke arah saya,"Bagi duit Om, laper!" lirihnya..
 
Benar-benar tak tahu sopan santun itu anak! Saya yang "baby face" ini dibilang Om!? Agak dongkol juga saya, tapi tetap saya rogoh juga di kantong uang seribuan yang memang sudah saya siapkan untuk para pengamen yang pasti banyak di gerbong kereta nanti. Setelah menerima uang, rupanya si anak meminta lagi,"Om boleh bagi roti sedikit?" Dia melihat tas plastik yang isinya bekal buat perjalanan nanti. Saya kasih juga sebungkus roti untuk dia bawa.
 
Sejenak kemudian bocah itu pergi, ia menghampiri seorang ibu muda yang tidak kalah dekilnya dan seorang bocah perempuan dengan pakaian compang camping yang kira-kira usianya 5 tahun. Sepertinya mereka itu keluarga. Masing-masing membawa tas plastik di tangannya. Keluarga kecil itu kemudian duduk melingkar dilantai emplasemen. Mereka duduk begitu saja. Tidak repot-repot membersihkan lantai yang kotor. Masing- masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.
 
Setelah saya perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang berhasil mereka temukan di komplek sekitar stasiun Manggarai. Saya lihat ada sebungkus roti, 2 buah jeruk, satu utuh, satu tinggal separuh, dan 1 bungkus box KFC yang saya yakin itu hasil nemu juga.

Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka di stasiun kereta. Saya lihat bocah laki-laki itu menciumi nasi bekas box KFC tadi, mungkin untuk memastikan nasinya basi atau tidak, Sesaat kemudian bocah yang perempuan tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan seseorang. Bisa jadi seumur-umur bocah-bocah itu belum pernah memakan ayam goreng tepung yang katanya diracik dengan 11 bumbu rahasia itu. Jangankan memakannya, memegang box-nya saja belum. Ibu muda itu tersenyum melihat polah anak-anak itu, sambil membelai rambut bocah perempuan yang nampak kusam.

Sejenak kemudian, acara makan malam dimulai. Dengan akur mereka berbagi nasi sisa yang ukurannya jelas tidak cukup untuk porsi tiga orang, potongan ayam goreng sisa itu juga digilir, masing-masing memakan segigit, sambil mengunyah mereka girang,"wuih enak ya!". Setelah usai, sebungkus roti bekas milik saya adalah menu berikutnya, mereka lahap memakan roti gandum yang hanya cocok untuk camilan iseng saja. Untuk pencuci mulut mereka memakan buah jeruk yang jumlahnya dua kurang sedikit itu. Buahnya juga dibagi rata. Entah bagaimana rasanya? Yang pasti setelah usai makan, mereka terlihat tertawa, nampak puas sekali dengan menu istimewa hari ini.  

Jakarta o Jakarta. Menyaksikan itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri.

Bagaimana dengan masa depan?
Cita-cita mungkin? oh..nampaknya itu hanyalah sebuah utopia saja.

Kereta datang.. Saya dan teman-teman bergegas masuk ke gerbong kereta, cemas tak kebagian tempat duduk. Di balik jendela gerbong kereta, saya melihat keluarga kecil itu tidur di lantai stasiun dengan beralaskan potongan kardus bekas.

Dan kereta pun berangkat..

Tidurlah yang nyenyak sayang.. walaupun esok tetap misteri.. Rezeki biarlah menjadi urusan Allah..

Bagi saya.. hari itu adalah pelajaran kehidupan lagi.. Untuk lebih mensyukuri karunia dari Allah sekecil apapun itu. Sebungkus roti, nasi dan sepotong ayam bekas orang lain, dan buah jeruk sisa mungkin tidak ada harganya dan hanya sampah di mata kita. Tapi bagi sebagian orang, hal tersebut adalah harta karun dan menjadi hidup matinya mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar